Sahabat, ya sahabat terbaik kadang tidak datang dari lingkungan terdekat kita, namun dari orang-orang yang dipertemukan. Di antara semua temanku, mungkin 4S adalah sahabat terbaikku. Aku memiliki tim LKTI yang beranggotakan Satria sebagai ketua, Aku, Simon, dan Seto, kami menamakan diri kami sebagai 4S.
Berangkat dari jurusan dan fakultas yang berbeda-beda hobi kami disatukan lewat kompetisi debat dimana keempatnya adalah semifinalis dan akhirnya Satria yang saat itu keluar sebagai pemenangnya. Menarik, karena kami jauh lebih menonjol dibanding peserta lainnya sehingga sejak babak penyisihan pun semua penonton dan peserta sudah menduga bahwa kami akan maju ke babak semifinal. Bagiku, 4S bukan hanya sekadar tim LKTI saja, tapi juga sahabat-sahabat karibku. Dan layaknya perjalanan persahabatan, lika-liku pertengkaran pasti menghiasi perjalanan kami. Salah satunya adalah saat pergelaran LKTI Nasional kami yang kedua.
***
Saat itu pergelaran LKTI Nasional sudah di depan mata, kami kini harus berpikir dan bekerja ekstra keras untuk menyususun tulisan yang menarik. Aku saat itu bukan mahasiswa yang senang berorganisasi, bagiku menulis menjadi sesuatu yang lebih menarik dibandingkan menjadi organisatoris yang hanya berkutat dalam politik. Ya, aku cukup trauma dengan kehidupan organisasi di kampusku, dimana kapabilitas dikalahkan oleh kepentingan orang-orang terbatas. Oleh karena itu dunia penulisan inilah yang akhirnya mampu mengubah hobi menjadi prestasi bagiku.
LKTI Nasional saat itu cukup menantang dimana peserta harus mengangkat tema pelestarian budaya. Aku satu-satunya yang berasal dari fakultas sosial sehingga dalam LKTI ini aku bertanggung jawab penuh mengenai topik yang akan diangkat. Satria, Simon, dan Seto yang berasal dari fakultas eksakta yang nantinya akan memasukkan bagian sains dan teknologi di dalamnya.
Mencari dan menentukan topik bukan perkara mudah, harus menarik dan unik. Pelestarian budaya, cukup luas cakupannya namun cukup spesifik untuk hal-hal yang menarik. Aku perlu membaca beberapa referensi sebelum akhirnya mengangkat topik. Tidak begitu yakin tapi aku tetap menginginkan topik tersebut yang diangkat dan meyakinkan 4S lainnya bahwa topik tersebut dapat dijadikan bahan karya tulis kami. Memang cukup sulit memasukkan bagian sains dan teknologi di dalamnya, tapi justru itu yang membuat kami semakin merasa tertantang untuk menciptakan karya tulis yang lebih baik lagi.
***
Deadline pengumpulan tinggal sebulan lagi dan naskah kami masih baru mencapai tiga perempatnya. Belum lagi revisi pembimbing kami nantinya. Aku akhirnya mengorbankan banyak waktuku untuk menyelesaikan naskah kami. Tanpa terasa, beberapa jam kuliah pun terpaksa kutinggalkan. Ya, mahasiswa di kampusku juga punya jatah cuti untuk tiap mata kuliah maksimal dua kali absen, karena 80% kehadiran cukup sebagai syarat mengikuti UAS.
Aku cukup percaya diri untuk meninggalkan beberapa mata kuliahku karena memang terasa lebih mudah meninggalkan pelajaran berbau sosial dibanding pelajaran berbau ilmu eksak. Terlebih lagi aku sangat terobsesi dengan LKTI karena tahun lalu kami telah berhasil mempertahankan tulisan kami sampai babak semifinal. Sayangnya kondisi ini berbanding terbalik dengan ketiga temanku. Kesibukan praktikum dan laporannya membuat Satria, Simon, dan Seto tidak serajin aku mempersiapkan naskah kamu. Bahkan tidak jarang aku harus mengerjakan naskah kami di depan perpustakaan hingga larut malam.
Sedih? Tidak, aku tidak pernah merasa sulit dengan keadaan ini. Bahkan kadang aku merasa Tuhan sering menghiburku dengan mendatangkan Angkasa saat aku mengerjakan naskah ini di depan perpustakaan. Melihatnya cukup untuk memberikan semangat menulis lagi di kala aku mulai penat dengan baris kata-kata di layar kaca laptopku. Hadirnya memberikan banyak inspirasi untuk kutulis menjadi naskah karya tulis ini.
~ bersambung