Mari Menginspirasi! Oh Ternyata! Perjalanan Hati

Friday, 25 July 2014

Prolog 2: Cerita Acha

cinta kita laksana samudera angkasa begitu luas tak terbatas

"akulah angkasa hatimu, tempat dimana kau menggantungkan sebuah harapan kepada Tuhan, berangan-angan tentang sebuah kesempurnaan. akulah angkasa hatimu." ~ Mikasa S. Zahra

Hujan malam menciptakan embun di kaca bus yang mengantarkanku menuju kota perantauan. Memicu keresahan, keinginan untuk menuliskan nama untuk sekadar melepas kegundahan. Aku tak dapat tertidur dalam perjalanan singkat ini, ya perjalanan yang singkat karena kampung halamanku hanya berjarak 70Km dari tempat aku menuntut ilmu. Aku tak dapat tertidur, entah hujan malam ini membuatku ingin tetap terjaga menikmati hawa dinginnya. Membuatku ingin menyaksikan tiap butirnya jatuh membasahi bumi dan dinding kaca, hanya untuk sekadar menemaniku membuka mata.

"Mba Acha sudah sampai dimana?" suara dari adik tingkat yang satu kos denganku menelepon ke ponselku.

"Mba sudah hampir masuk terminal de, kamu belum ngantuk kan ya? Maaf ya mba jadi ngerepoti." jawabku merasa sedikit bersalah.

"Ndak ko mba, aku masih ngerjakan tugas. Ya sudah nanti hati-hati ya mba dari terminal, sudah malam jangan ngebut-ngebut. Kalau sudah di depan kos telepon aku ya mba." lalu percakapan pun usai ditutup dengan salam.

***

Aku memang cukup berani untuk bepergian malam seperti ini, hijab panjangku sepertinya benar-benar menjadi malaikat Allah yang melindungiku. Di jaman seperti ini kita memang harus pandai menjaga diri, selain karena perintah agama, hijab syar'iku ini juga bermanfaat sebagai penawar hawa nafsu lelaki yang binasa. Tapi mungkin ini juga yang menjadikan teman-teman laki-lakiku yang pandai agama sedikit terpikat. Terkadang aku merasa takut akan murkaNya, seharusnya hijab ini mengalihkan perhatian dari kecantikan, bukan malah menariknya. Tapi apa daya aku telah berusaha, perasaan manusia kan tak bisa ku atur semauku. 


Untungnya, tak satupun dari mereka berani menyatakan perasaan. Apa jadinya apabila aktivis dakwah menyatakan perasaan untuk meminta pacaran, pasti akan sangat memalukan. Terlebih lagi, aku juga manusia biasa yang punya perasaan, mencintai salah satu dari makhlukNya tentu adalah perasaan yang fitrah. Saat ini hatiku telah terpikat oleh sesosok pria yang tidak kutahu namanya. Hanya wajahnya yang kuingat, entah ia mahasiswa apa yang jelas kami berada di satu kampus yang sama karena jas almamater yang ia kenakan dengan milikku sama.

***


Pertemuan pertama kami bukanlah pertemuan yang romantis, bukan juga pertemuan yang dramatis. Pertemuan kami terjadi di sebuah jalan raya, begitu tiba-tiba. Dia pria begitu gagah bukan karena tegap tubuhnya, tapi karena perilakunya. Penampilannya begitu sederhana, tidak seperti lelaki biasanya di usianya. Pria separuh baya yang tanpa pikir panjang berlari hanya untuk menolong seorang nenek-nenek rapuh untuk menyeberang. Aku hanya bisa menuntun nenek itu sebelumnya, tanganku sudah penuh dengan barang-barang yang kubawa. Tapi dia, dengan cerdasnya meletakkan semua benda di tangannya di pinggir jalan, lalu berlari ke arahku dan langsung membawa barang nenek yang tak dapat kubawakan.

"Biar saya yang seberangkan." itulah kalimat singkat yang kudengar pertama kali darinya.

"Alhamdulillah sudah sampai nek, maaf saya pergi dulu, assalamualaikum." dan ia pun pergi tanpa kami sempat berkenalan. Untuk sejenak sosoknya membawa ketenangan dan kedamaian. Aura misterius yang begitu dalam, menciptakan berjuta pertanyaan. "Samudera", ya itu nama yang kuberikan padanya, layaknya laut lepas yang begitu menenangkan dan dalam.

***


"kaulah samudera hatiku, tempat dimana aku akan mengarungi bahtera perjalananku, elemen yang akan menyembuhkan segala rasa sakitku. kaulah samudera hatiku." ~ Mikasa S. Zahra kepada Samudera


~ Bersambung

0 comments: