Mari Menginspirasi! Oh Ternyata! Perjalanan Hati

Friday, 1 August 2014

Cerita Sam: 4S

Sahabat, ya sahabat terbaik kadang tidak datang dari lingkungan terdekat kita, namun dari orang-orang yang dipertemukan. Di antara semua temanku, mungkin 4S adalah sahabat terbaikku. Aku memiliki tim LKTI yang beranggotakan Satria sebagai ketua, Aku, Simon, dan Seto, kami menamakan diri kami sebagai 4S.

Berangkat dari jurusan dan fakultas yang berbeda-beda hobi kami disatukan lewat kompetisi debat dimana keempatnya adalah semifinalis dan akhirnya Satria yang saat itu keluar sebagai pemenangnya. Menarik, karena kami jauh lebih menonjol dibanding peserta lainnya sehingga sejak babak penyisihan pun semua penonton dan peserta sudah menduga bahwa kami akan maju ke babak semifinal. Bagiku, 4S bukan hanya sekadar tim LKTI saja, tapi juga sahabat-sahabat karibku. Dan layaknya perjalanan persahabatan, lika-liku pertengkaran pasti menghiasi perjalanan kami. Salah satunya adalah saat pergelaran LKTI Nasional kami yang kedua.

***

Saat itu pergelaran LKTI Nasional sudah di depan mata, kami kini harus berpikir dan bekerja ekstra keras untuk menyususun tulisan yang menarik. Aku saat itu bukan mahasiswa yang senang berorganisasi, bagiku menulis menjadi sesuatu yang lebih menarik dibandingkan menjadi organisatoris yang hanya berkutat dalam politik. Ya, aku cukup trauma dengan kehidupan organisasi di kampusku, dimana kapabilitas dikalahkan oleh kepentingan orang-orang terbatas. Oleh karena itu dunia penulisan inilah yang akhirnya mampu mengubah hobi menjadi prestasi bagiku.



LKTI Nasional saat itu cukup menantang dimana peserta harus mengangkat tema pelestarian budaya. Aku satu-satunya yang berasal dari fakultas sosial sehingga dalam LKTI ini aku bertanggung jawab penuh mengenai topik yang akan diangkat. Satria, Simon, dan Seto yang berasal dari fakultas eksakta yang nantinya akan memasukkan bagian sains dan teknologi di dalamnya.

Mencari dan menentukan topik bukan perkara mudah, harus menarik dan unik. Pelestarian budaya, cukup luas cakupannya namun cukup spesifik untuk hal-hal yang menarik. Aku perlu membaca beberapa referensi sebelum akhirnya mengangkat topik. Tidak begitu yakin tapi aku tetap menginginkan topik tersebut yang diangkat dan meyakinkan 4S lainnya bahwa topik tersebut dapat dijadikan bahan karya tulis kami. Memang cukup sulit memasukkan bagian sains dan teknologi di dalamnya, tapi justru itu yang membuat kami semakin merasa tertantang untuk menciptakan karya tulis yang lebih baik lagi.

***

Deadline pengumpulan tinggal sebulan lagi dan naskah kami masih baru mencapai tiga perempatnya. Belum lagi revisi pembimbing kami nantinya. Aku akhirnya mengorbankan banyak waktuku untuk menyelesaikan naskah kami. Tanpa terasa, beberapa jam kuliah pun terpaksa kutinggalkan. Ya, mahasiswa di kampusku juga punya jatah cuti untuk tiap mata kuliah maksimal dua kali absen, karena 80% kehadiran cukup sebagai syarat mengikuti UAS. 

Aku cukup percaya diri untuk meninggalkan beberapa mata kuliahku karena memang terasa lebih mudah meninggalkan pelajaran berbau sosial dibanding pelajaran berbau ilmu eksak. Terlebih lagi aku sangat terobsesi dengan LKTI karena tahun lalu kami telah berhasil mempertahankan tulisan kami sampai babak semifinal. Sayangnya kondisi ini berbanding terbalik dengan ketiga temanku. Kesibukan praktikum dan laporannya membuat Satria, Simon, dan Seto tidak serajin aku mempersiapkan naskah kamu. Bahkan tidak jarang aku harus mengerjakan naskah kami di depan perpustakaan hingga larut malam.

Sedih? Tidak, aku tidak pernah merasa sulit dengan keadaan ini. Bahkan kadang aku merasa Tuhan sering menghiburku dengan mendatangkan Angkasa saat aku mengerjakan naskah ini di depan perpustakaan. Melihatnya cukup untuk memberikan semangat menulis lagi di kala aku mulai penat dengan baris kata-kata di layar kaca laptopku. Hadirnya memberikan banyak inspirasi untuk kutulis menjadi naskah karya tulis ini.


~ bersambung

Saturday, 26 July 2014

Samudera Angkasa: Menuju Bagian Utama

Demikian prolog 1 (Cerita Sam) dan 2 (Cerita Acha) dari cerita Samudera Angkasa. Bagian utama dari cerita ini akan tersaji dalam tiga bentuk, Samudera Angkasa yang mencakup bagian umum dari cerita, dan disisipi dengan Cerita Sam dan Cerita Acha untuk menceritakan kejadian yang sama namun dalam sudut padang yang berbeda. Terus ikuti perjalanan cerita mereka setiap hari Jumat pukul empat belas nol empat waktu Indonesia bagian barat :)

Friday, 25 July 2014

Prolog 2: Cerita Acha

cinta kita laksana samudera angkasa begitu luas tak terbatas

"akulah angkasa hatimu, tempat dimana kau menggantungkan sebuah harapan kepada Tuhan, berangan-angan tentang sebuah kesempurnaan. akulah angkasa hatimu." ~ Mikasa S. Zahra

Hujan malam menciptakan embun di kaca bus yang mengantarkanku menuju kota perantauan. Memicu keresahan, keinginan untuk menuliskan nama untuk sekadar melepas kegundahan. Aku tak dapat tertidur dalam perjalanan singkat ini, ya perjalanan yang singkat karena kampung halamanku hanya berjarak 70Km dari tempat aku menuntut ilmu. Aku tak dapat tertidur, entah hujan malam ini membuatku ingin tetap terjaga menikmati hawa dinginnya. Membuatku ingin menyaksikan tiap butirnya jatuh membasahi bumi dan dinding kaca, hanya untuk sekadar menemaniku membuka mata.

"Mba Acha sudah sampai dimana?" suara dari adik tingkat yang satu kos denganku menelepon ke ponselku.

"Mba sudah hampir masuk terminal de, kamu belum ngantuk kan ya? Maaf ya mba jadi ngerepoti." jawabku merasa sedikit bersalah.

"Ndak ko mba, aku masih ngerjakan tugas. Ya sudah nanti hati-hati ya mba dari terminal, sudah malam jangan ngebut-ngebut. Kalau sudah di depan kos telepon aku ya mba." lalu percakapan pun usai ditutup dengan salam.

***

Aku memang cukup berani untuk bepergian malam seperti ini, hijab panjangku sepertinya benar-benar menjadi malaikat Allah yang melindungiku. Di jaman seperti ini kita memang harus pandai menjaga diri, selain karena perintah agama, hijab syar'iku ini juga bermanfaat sebagai penawar hawa nafsu lelaki yang binasa. Tapi mungkin ini juga yang menjadikan teman-teman laki-lakiku yang pandai agama sedikit terpikat. Terkadang aku merasa takut akan murkaNya, seharusnya hijab ini mengalihkan perhatian dari kecantikan, bukan malah menariknya. Tapi apa daya aku telah berusaha, perasaan manusia kan tak bisa ku atur semauku. 

Sunday, 20 July 2014

Pertemuan Kita

Aku bertanya-tanya
Kira-kira seperti apa cara Tuhan mempertemukan kita?

Apakah kita akan bertemu di hari senja?
Saat hiruk pikuk dan desak dalam bis kota
Memberimu tempat duduk karena kau terlihat begitu lelah
Ataukah di hari hujan deras melanda?
Saat kita berteduh di suatu tempat yang sama
Lalu aku memberikan handuk untuk mengeringkan hijabmu yang basah
Ataukah di malam hari bulan purnama?
Saat kita hendak saling menyebrangi jalan raya
Lalu aku masih terpaku melihatmu meski lampu sudah tidak lagi merah

Aku bertanya-tanya
Kira-kira seperti apa cara Tuhan mempertemukan kita?

Apakah mungkin kita pernah berada lingkungan yang sama?
Atau mungkin pernah duduk di kelas yang sama?
Atau mungkin pernah beramanah di kepanitiaan yang sama?
Atau mungkin juga pernah melakukan perjalanan yang jauh bersama?

Sungguh menarik memikirkan bagaimana Tuhan mempertemukan kita
Karena Tuhan selalu punya cara untuk mengejutkan hati kita